Laman

3 Cara Promosi Blog Yang Selalu Efektif

Agar Blog Banyak Pengunjung atau Agar Blog Ramai Pengunjung Haruslah Pintar Pintar Mempromosikan Blog.
Promosi Blog atau Mempromosikan Blog ada banyak cara yang dilakukan oleh Blogger diantaranya adalah:
1. Bertukar Link sesama blogger
2. Berkomentar Di Blog Dofollow
3. Bertukar Link Dengan blog yang menyediakan Backlink Otomatis
Tiga Cara diatas ini adalah cara Jadul Mempromosikan Blog,namun sampai saat ini masih efektif
selain cara diatas masih banyak cara lain untuk mempromosikan blog,baik promosi blog gratis maupun promosi blog berbayar.
untuk promosi blog berbayar sudah banyak situs yang menyediakan
situs situs penyedia promosi blog ada yang mahal ada pula yang murah.
Untuk mempromosikan blog berbayar sobat bisa ketik "promosi blog dan website" di google,insya allah sobat blogger akan banyak mendapatkan petunjuk dari mbah google,sekian info dari blogger newbei yang masih harus banyak belajar.



<a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/hukum-menggerak-gerakkan-jari-dalam.html">Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam Shalat</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/tawassul-diperintahkan.html">tawassul diperintahkan</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/memuliakan-hari-kelahiran-nabi-muhammad.html">Memuliakan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/sunnah-dan-bidah.html">Sunnah dan Bi'dah</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/memotong-rambut-di-hari-ke-tujuh.html">Memotong Rambut di Hari Ke-Tujuh</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/menggunakan-tasbih-untuk-berdzikir.html">Menggunakan Tasbih untuk Berdzikir</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/sekilas-tentang-ad-dibai.html">Sekilas tentang Ad-Diba'i</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/cara-dan-hukum-melaksanakan-haul.html">Cara dan Hukum Melaksanakan Haul</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/cara-jin-beragama.html">Cara Jin Beragama</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/benarkah-imam-muhammad-al-bagir-syiah.html">Benarkah Imam Muhammad Al-Bagir Syi’ah ?</a><br /><a href="http://sempennan.blogspot.com/2012/02/al-quran.html">Al Qur'an</a>
read more

Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam Shalat

Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam Shalat Berikut ini diketengahkan ulasan lain tentang menggerakkan telunjuk pada saat tahiyat, seperti yang pernah dibahas sebelumnya. (redaksi)

Jika kita perhatikan, saat duduk tasyahhud dalam shalat memang tidak semua orang menggerakkan jari telunjuk dengan cara yang sama. Ini semata-mata karena perbedaan ulama dalam memahami hadits. Perbedaan ini terjadi sejak zaman tabi’in dan ulama mazhab. Perbedaan ini tidak menyebabkan tidak sahnya shalat dan tidak pula menyebabkan kesesatan, karena perbedaannya dalam hal furu’iyah yang masing-masing mempunyai dalil hadits Rasulullah SAW.

Adapun hadits yang dipahami berbeda-beda oleh ulama adalah hadits Rasulullah saw.:


عن ابن عمر رضي الله عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم اِذَاَ قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلىَ رُكْبَتِهِ وَاليُمْنَى عَلىَ اليُمْنىَ, وَعَقَدَ ثَلاَثاً وَخَمْسِيْنَ وَأَشَارَ بِإِصْبِعِهِ السَّباَبَةِ --رواه مسلم
t;
Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW jika duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan membentuk angka “lima puluh tiga”, dan memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya” (HR Muslim).

Yang dimaksud dengan “membentuk angka lima puluh tiga” ialah suatu isyarah dari cara menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah disebut angka tiga, dan menjadikan ibu jari berada di atas jari tengah dan di bawah jari telunjuk.

Adapun penyebab terjadinya perbedaan ulama tentang cara isyarah dengan jari telunjuk saat tasyahhud apakah digerakkan atau diam saja dan kapan waktunya adalah karena ada hadits yang sama denga di atas dengan tambahan teks (matan) dari riwayat lain, yaitu hadits yang diceritakan dari Sahabat Wail RA:


ثُمَّ رَفَعَ اصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهاَ يَدْعُوْ --رواه أحمد

”..... Kemudian beliau mengangkat jarinya sehingga aku melihatnya beliau menggerak-gerakkanya sambil membaca doa.” (HR: Ahmad).

Sedangkan hadits yang diriwayatk dari Ibn Zubair RA:


أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ يَشِيْرُ بِإِصْبِعِهِ إِذَاَ دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا --رواه أبو داود والنسائي

“Bahwa Nabi SAW memberi isyarat (menunjuk) dengan jarinya jika dia berdoa dan tidak menggerakkannya. (HR Abu Daud dan Al Nasai)

Dari Hadits tersebut Imam Mazhab fiqh sepakat bahwa meletakkan dua tangan di atas kedua lutut pada saat tasyahhud hukumnya adalah sunnah. Namun juga para imam mazhab berbeda pendapat dalam hal menggenggam jari-jari dan berisyarat dengan jari telunjuk (Alawi Abbas al Maliki, Ibanahtul Ahkam, Syarh Bulughul Maram, Indonesia: al Haramain, Juz 1, h. 435-437. Dan lihat pula Al Juzayri, Kitab al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah, Beirut: Darul Fikr, 1424 H. Juz 1, h. 227-228).

1. Menurut ulama mazhab Hanafi, mengangkat jari telunjuk dilakukan pada saat membaca lafadz “Laa Ilaaha”, kemudian meletakkannya kembali pada saat membaca lafadz “illallah” untuk menunjukan bahwa mengakat jari telunjuk itu menegaskan tidak ada Tuhan dan meletakkan jari telunjuk itu menetapkan ke-Esa-an Allah. Artinya, mengangkat jari artinya tidak ada Tuhan yang berhak disembah dan meletakkan jari telunjuk untuk menetapkan ke-Esa-an Allah.

2. Menurut ulama mazhab Maliki, pada saat Tasyahhud tangan kanan semua jari digenggam kecuali jari telunjuk dan ibu jari di bawahnya lepas. kemudian menggerak-gerakkan secara seimbang jari telunjuk ke kanan dan ke kiri

3. Menurut ulama mazhab Syafi’i, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah. Kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk sekali saja saat kalimat “illallah” (الا الله) diucapkan:

4.Menurut mazhab Hambali, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah dengan ibu jari. kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk saat kalimat “Allah” ( الله) diucapkan ketika tasyahhud dan doa

5. Pendapat Syeikh Al-Albani. (Lihat kitab Sifat Shalat Nabi halaman 140). bahwa menggerakkan jari dilakukan sepanjang membaca lafadz Tasyahhud.
Imam al-Baihaqi menyatakan:


وَقَالَ البَيْهَقِيْ: يَحْتملُ أَنْ يَكُوْنَ مُرَادُهُ بِالتَحْرِيْكِ الإِشَارَةُ حَتَّى لاَيُعَارِضَ حَدِيْثَ ابْنِ الزُبَيْر

Kemungkinan maksud hadits yang menyatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan saat tasyahhud adalah isyarat (menunjuk), bukan mengulang-ulang gerakkannya, agar tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Zubair yang menyatakan tidak digerakkannya jari telunjuk tersebut. Hikmah memberi isyarah dengan satu jari telunjuk ialah untuk menunjukkan ke-Esa-an Allah dan karena jari telunjuk yang menyambung ke hati sehingga lebih mendatangkan kekhusyu’an.
read more

tawassul diperintahkan

Allah sendiri memerintahkan kepada kita untuk bertawassul sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat Fatimah binti Asad (ibu Ali bin Abi Thalib) wafat. Rasulullah Saw bersabda:


اَللهُ الَّذِى يحُىْ وَيمُيِتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوْتُ اغْفِرْ لأِ مّىِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْ خَلَهَا ِبحَقّ ِنَبِيّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِى فَاءِنَّكَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ وَكَبَّرَأَرْبَعًا وَاَدْخَلُوْ هَا هُوَ وَاْلعَبَّاسُ وَاَبُوْ بَكْرٍ الّصِدّيِقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ

“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dialah yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).

Dalam hadits di atas, Rasulullah bertawassul kepada Allah dengan dirinya sebagai orang yang paling mulia, juga bertawassul dengan nama para Nabi sebelumnya yang berhak mendapat shalawat dan salam.

Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW mengizinkan Umar bertawassul dengannya, dan menyertakan Rasulullah saw dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah.


عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى

“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam hadits di atas Rasulullah meminta kepada sayyidina Umar untuk menyertakan Rasulullah dalam do’anya sayyidina Umar selama di Makkah, padahal kalau Rasulullah berdo’a sendiri tentu lebih diterima, tetapi beliau masih meminta do’a kepada sayyidinda Umar.

Rujukan lain untuk tawassul jenis ini seperti dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini:


عَنْ أَنَسٍ اَنَّ عُمَرَابْنَ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ كاَنَ اِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقىَ بِالعَبَّاسِبنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ فَقَالَ: الَّلهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا, قَالَ: فَيُسْقَوْنَ.

رواه البخارى

“Dari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdo’a sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujan”. (HR Bukhari)

Bertawassul kepada orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah, seperti disebutkan berikut ini:


لاَمَانِعَ لمِاَ أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لمِاَ مَنَعْتَ

“Tiada yang bisa mencegah kalau Allah mau memberi, dan tidak ada yang bisa memberi kalau Allah mencegahnya.”


قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ, اَللهُ الصَّمَدُ

“Katakanlah Dia Allah yang Maha Esa dan Allah tempat meminta.”

Sesungguhnya bertawassul dengan berdo’a dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Bertawassul bukan berarti meminta kepada orang yang dijadikan wasilah, melainkan memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima do’a para pemohonnya.

Jadi, tidak ada unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah Swt, seperti para Nabi, Para Rasul, para sholihin pada hakekatnya tidak bertawassul degan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang sholeh.

Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orangorang yang ahli maksiat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah Swt, dan kita juga tidak bertawassul dengan pohon, baru, guung, kuburan kramat dsb.

Oleh karena itu wajar saja jika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah, dalam risalahnya merasa perlu bertabayyun atau klarifikasi atas tuduhan beberapa orang yang ngatakan bahwa ia mengharamkan tawassul. Ia menuliskan “Sesungguhnya Sulaiman bin Suhaim telah berdusta terhadapku tentang banyak hal yang tidak pernah aku katakan, bahkan tidak pernah terlintas dibenakku. Di antaranya aku dianggap mengkafirkan orang-orang yang bertawassul melalui orang shaleh, aku juga dituduh mengkafirkan al-Bushiri karena mengatakan ‘wahai makhluk yang paling mulia’, aku juga difitnah membakar kitab dalailul khairat. semua itu hanya bisa aku jawab Maha Suci Engkau Ya Allah semua ini adalah dusta Besar.”

Malahan dalam al-Fatwa al-Kubra, Syaikh Abdul Wahab menjawab ketika ditanya tentang tawassul, beliau dengan tegas menjawab “ Tidak mengapa bertawassul dengan orang-orang Shaleh ... asalkan mereka yang berdoa dengan jelas memohon seperti “aku memohon kepada-Mu dengan Nabi-Mu” atau “Dengan nama Rasul-Mu aku memohon agar...” atau “aku memohon kepada-Mu ya Allah, dengan hamba-hamba-Mu yang sholeh, semoga...” bahkan ketika mereka berdoa’a di atas kuburpun tidak ada masalah”

Wal hasil, tawassul dalam Islam dibolehkan, dan dianjurkan. Asalkan mereka yang bertawassul ini mengerti dan faham arti, serta cara-cara bertawassul. Dan sadar benar bahwa Yang Maha Kuasa hanyalah Allah swt.

Bertawassullah dengan wasilah yang disenangi Allah, atau berdo’a dengan menyebut sesuatu yang disenangi Allah, tentu Allah akan menyenangi kita, dan meridloinya. Maka apa yang disenangi Allah, seyogyanya disebut dalam do’a. Dan tidak ada yang lebih disayangi di jagad raya ini kecuali Rasulullah saw. karena itu dalam setiap doa selalu ada sholawat dan salam kepadanya.

read more

Memuliakan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Memuliakan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW Ketika memasuki bulan Rabiul Awal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian­pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi hari-hari bulan itu.

Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H - 911 H) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam Al-Hawi lil Fatawi:

"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara'. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab: Menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmnti bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah al-hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka dta dan kegembiraan atas kelahiran Nnbi Muhammad SAW yang mulia". (Al-Hawi lil Fatawi, juz I, hal 251-252)

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT :


قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوا

Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian. (QS Yunus, 58)

Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang tiadataranya. Sebagaimana firman Allah SWT:


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al-Anbiya',107)

Sesunggunya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:


عَنْ أبِي قَتَادَةَ الأنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ اْلإثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ – صحيح مسلم

Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR Muslim)

Betapa Rasulullah SAW begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji atau Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari' at Islam. Sayyid Muhammad' Alawi al-Maliki mengatakan:

"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagian­bagiannya)”

“Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh punah. Bahkan menjadi kewajiban para da'i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala' (ujian), bid'ah, kejahatan dan berbagai fitnah". (Mafahim Yajib an Tushahhah, 224-226)

Hal ini diakui oleh Ibn Taimiyyah. Ibn Taimiyyah berkata, "Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAWakan diberi pahala. Begitulah yang dilakukan oleh sebagian orang. Hal mana juga di temukan di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS. Dalam Islam juga dilakukan oleh kaum muslimin sebagai rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Dan Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid'ah yang mereka lakukan". (Manhaj as-Salaf li Fahmin Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 399)

Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam merayakan Maulid Nabi SAW sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam syari'at Islam.


KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Rais Syuriyah PCNU Jember
read more

Sunnah dan Bi'dah

Sunnah dan Bi'dah Sering kali terdengar oleh kita perdebatan seputar hal bid'ah dan sunnah. bahkan perdebatan ini menjurus pada perpecahan. Padahal tidak harus demikian, justru perbedaan itu adalah rahmat, asalkan kita mau berlapang dada. Oleh karenanya menjadi penting bagi umat muslim untuk mengetahui apakah bid'ah itu, dan bid'ah seperti apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan? <br />
Menurut para ulama’ bid’ah dalam ibadah dibagi dua: yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Di antara para ulama’ yang membagi bid’ah ke dalam dua kategori ini adalah:
1. Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafi’i, bid’ah dibagi dua; bid’ah mahmudah dan bid’ah madzmumah. Jadi bid’ah yang mencocoki sunah adalah mahmudah, dan yang tidak mencocoki sunah adalah madzmumah.
Bid’ah hasanah/mahmudah dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah bid’ah wajib seperti kodifikasi (pengumpulan) al-Qur’an pada zaman Khalifah Utsman bin Affan dan pengumpulan hadits ke dalam kitab-kitab besar pada zaman sesudahnya.
Sedangkan bid’ah hasanah yang kedua adalah bid’ah sunah, seperti shalat tarawih 20 rakaat pada zaman khalifah Umar bin Khathab.
2. Imam al-Baihaqi
Bid’ah menurut Imam Baihaqi dibagi dua; bid’ah madzmumah dan ghairu madzmumah. Setiap Bid’ah yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunah, dan Ijma’ adalah bid’ah mahmudah atau ghairu madzmumah. Sedangkan bid’ah yang tercela (madzmumah) adalah bid’ah yang tidak memiliki dasar syar’i sama sekali.
3. Imam Nawawi
Bid’ah menurut Imam Nawawi dibagi menjadi dua; bid’ah hasanah dan bid’ah qabihah.
4. Imam al-Hafidz Ibnu Atsir
Ibnu Atsir juga membagi Bid’ah menjadi dua; bid’ah yang terdapat petunjuk nash (teks al-Qur’an/hadits) di dalamnya, dan bid’ah yang tidak ada petunjuk nash di dalam¬nya.
Jadi setiap bentuk bid’ah yang menyalahi kitab dan sunah adalah tercela dan harus diingkari. Akan tetapi bid’ah yang mencocoki keumuman dalil-dalil nash, maka masuk dalam kategoti terpuji.
Lalu bagaimana dengan hadits

كُلُّ بٍدْعَةٍ ضَلاَلَةٍ
Setiap bid’ah adalah sesat.
Berikut ini adalah pendapat para ulama’:
1. Imam Nawawi
Hadits di atas adalah masuk dalam kategori ‘am (umum) yang harus ditakhshish (diperinci).
2. Imam al-Hafidz Ibnu Rajab
Hadits di atas adalah dalam kategori ‘am akan tetapi yang dikehendaki adalah khash (‘am yuridu bihil khash). Artinya secara teks hadits tersebut bersifat umum, namun dalam pemaknaannya dibutuhkan rincian-rincian.
Ada sebagian ulama’ yang membagi bid’ah menjadi lima bagian sebagai berikut,
1. Bid’ah yang wajib dilakukan : contohnya, belajar ilmu nahwu, belajar sistematika argumentasi teologi dengan tujuan untuk menunjukkan kepada orang-orang atheis dan orang-orang yang ingkar kepada agama Islam, dll.
2. Bid’ah yang mandub (dianjurkan): contohnya, adzan menggunakan pengeras suara, mencetak buku-buku ilmiah, membangun madrasah, dan lain-lain.
3. Bid’ah yang mubah : contohnya, membuat hidangan makanan yang berwarna warni, dan sejenisnya.
4. Bid’ah yang makruh : contohnya, berlebihan dalam menghias mushaf, masjid dan sebagainya.
5. Bid’ah yang haram: yaitu setiap sesuatu yang baru dalam hal agama yang bertentangan dengan keumuman dalil syar’i. misalnya solat isya tujuh rekaat dll.
(disarikan dari buku Tradisi Amaliah NU dan Dalilnya, penerbit LTM (Lembaga Ta'mir Masjid) PBNU
read more

Memotong Rambut di Hari Ke-Tujuh

Kekayaan Indonesia akan ragam budaya, suku dan bahasa sangat tak ternilai harganya. Kekayaan ini semakin berlimpah bersama datangnya Islam di Nusantara. Proses saling mempengaruhi antar keduanya menghasilkan berbagai macam tradisi. Tradisi ini tidak hanya terbatas pada laku sosial semata, tetapi juga laku peribadatan. Di antara tradisi yang masih berlaku hingga kini adalah walimatut tasmiyah atau memberi nama sang bayi dan memotong rambutnya pada hari ke tujuh dengan disertai memotong kambing sebagai aqiqah.Bagi sebagian orang, tradisi ini bukanlah hal baru karena Rasulullah saw sendiri pernah melakukannya bahkan juga menganjurkannya kepada Sayyidah Fatimah ketika melahirkan Sayyidina Hasan. Hal ini tercatat dalam sebuah hadits yang sahih yang diriwayatkan oleh Hakim “potonglah rambutnya dan sedekahlah dengan al-wariq (perak) sesuai dengan timbangan rambut itu”

Akan tetapi bagi sebagian yang lain menganggap hal ini adalah sesuatu yang baru yang memerlukan dasar hukum yang jelas. Hal ini perlu diluruskan. Berdasarkan beberapa hadits seperti yang dinukil oleh Wahbah Zuhaili dalam Al-fiqhul Islami wa Adillatuhu bahwa rasulullah saw juga memberikan aqiqah kepada Hasan dan Husain. :

وروت عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن الحسن والحسين وقال: قولوا "بسم الله اللهم لك وإليك عقيقة فلان"

Adapun yang dilarang adalah mengoleskan darah aqiqah ke kepala bayi. Karena hal ini dianggap oleh Rasulullah saw sebagai tradisi jahiliyah. Yang kemudian Rasulullah menggantinya dengan mengoleskan minyak wangi ke kepala bayi. Oleh karena itu, jikalau kita menemukan tradisi mengoleskan minyak wangi di jidat bayi pada acara aqiqah (biasanya berbarengan dengan bacaan maulid) sebenarnya merupakan sunnah Rasulullah saw.
read more

Menggunakan Tasbih untuk Berdzikir

Dari dulu salah satu hal yang terus bergulir di sekitar wacana Islam Nusantara adalah perdebatan mengenai yang sunnah dan yang bid’ah. Dulu perdebatan semacam ini bertujuan untuk mendudukkan porsi masalah tersebut pada posisi ubudiyah yang ‘benar’. Hal ini cukup menggembirakan, karena menunjukkan masih adanya semangat keber-agama-an. Justru ketika tidak ada perdebatan itu, malah menjadi sesuatu yang menggelisahkan. Karena itu membuktikan melemahnya semangat keberagamaan di Indonesia, baik dikarenakan serangan globalisasi maupun firus liberalisasi. Akan tetapi, munculnya kembali perdebatan ‘yang sunnah’ dan ‘yang bid’ah’ akhir-akhir ini merupakan fenomena lain. Karena perdebatan ini bermuara pada kepentingan politik, bukan berniat mendudukkan sunnah bid’ah pada porsi ubudiyah.Untuk menjaga stabilitas isu keagamaan, kali ini tim redaksi menurunkan tulisan Gus Mus mengenai hukum menggunakan tasbih. Selanjutnya beliau menulis bahwa:

Tasbih dalam bahasa Arab disebut sebagai subhah atau misbahah, dalam bentuknya yang sekarang (untaian manik-manik), memang merupakan produk ‘baru’. Sesuai namanya tasbih digunakan untuk menghitung bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), dan sebagainya. Untuk zaman Rasulullah saw. untuk menghitung bacaan dalam berdzikir digunakan jari-jari, kerikil-kerikil, biji-biji kurma atau tali-tali yang disimpul.

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح بيمينه (رواه أبو داود)

Pernah kulihat Nabi saw menghitung bacaan tasbih dengan tangan kanannya.

Rasulullah saw. juga pernah menganjurkan para wanita untuk bertasbih dan bertahlil serta menghitungnya dengan jari-jemari, sebagaimana hadis dikeluarkan oleh Ibnu Syaiban, Abu Dawud, At-Turmudzi, dan Al-Hakim sebagai berikut:

عليكن بالتسبيح والتهليل والتقديس واعقدن بالأنامل فإنهن مسؤلات مستنطقات ولاتغفلن فتنسين الرحمة


Wajib atas kalian untuk membaca tasbih, tahlil, dan taqdis. Dan ikatlah (hitungan bacaan-bacaan itu) dengan jari-jemari. Karena sesunggunya jari-jari itu akan ditanya untuk diperiksa. Janganlah kalian lalai (jikalau kalian lalai) pasti dilupakan dari rahmat (Allah)

Sahabat Abu Hurairah r.a bila bertasbih menggunakan tali yang disimpul-simpul konon sampai seribu simpul. Sahabat Sa’ad bin Abi Waqash r.a diriwayatkan kalau bertasbih dengan menggunakan kerikil-kerikil atau biji-biji kurma. Demikian pula sahabat Abu Dzar dan beberapa sahabat lainnya.

Memang ada sementara ulama bahwa menggunakan jari-jemari lebih utama daripada menggunakan tasbih. Pendapat ini didasarkan atas hadits Ibnu Umar yang sudah disebutkan di atas. Namun dari segi maknanya(untuk sarana menghitung), saya pikir kedua cara itu tidak berbeda.

Dari sisi lain, untuk menghitung tasbih dan tahlil, sebenarnya tasbih mempunyai manfaat utamanya bagi kita yang hidup di zaman sibuk ini. Dengan membawa tasbih, seperti kebiasaan orang-orang Timur Tengah (di sana tasbih merupakan assesori macam cincin dan kacamata saja), sebenarnya kita bisa selalu atau sewaktu-waktu diingatkan untuk berdziki mengingat Allah. Artinya, setiap kali kita diingatkan bahwa yang ada di tangan kita adalah alat untuk berdzikir, maka besar kemungkinan kita pun lalu berdzikir.
read more

Sekilas tentang Ad-Diba'i

Diantara hasil karya yang bercerita tentang hal-ihwal Kanjeng Nabi Muhammad saw secara sastrawi adalah Maulid al-Diba’. Istilah ini diambil dari nama pengarangnya yaitu Al-Imam Wajihuddin Abdur Rahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar ad-Diba`i Asy-Syaibani Al-Yamani Az-Zabidi Asy-Syafi`i. Ad-Diba’I wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944Mengenai profil Ad-Diba’I disebutkan dalam kitab Maulid al-Hafidz ibn al-Daiba’i, karya Sayyid ‘Alawi al-Maliki bahwa ia adalah:


هووجيه الدين عبدالرحمن بن علي بن محمد الشيباني اليمني الزبيدي الشافعي (المعروف بابن الديبع , والديبع بمعنى الأبيض بلغة السودان هولقب لجده الأعلى بن يوسف ) ولدفى المحرم سنة 866 ه وتوفي يوم الجمعة ثاني عشر من رجب الفرد سنة 944 ه. وكان صدوق اللسان حسن اللهجة حلوالحديث (مولد الحافظ ابن الديبع , ص 5)


“Dia adalah Wajihuddin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad al-Syaibani al-Yamani al-Zubaidi al-Syafi’I (yang dikenal dengan Ibn al-Daiba’i. al-Daiba’ menurut bahasa Sudan artinya putih. Itu julukan kakeknya yang agung Ibn Yusuf). Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 866 H dan wafat pada hari jum’at tanggal 12 Rajab tahun 944 H. (Jadi usia beliau kurang lebih 76 tahun). Beliau seorang yang jujur, lemah lembut tutur katanya dan indah bahasanya. (Maulid al-Hafidz ibn al-Daiba’, hal 5)

Beliau dilahirkan pada 4 Muharram 866 H (8 Oktober 1461 M) dan wafat hari Juma’at 12 Rajab 944 H (15 Desember 1537 M). Beliau adalah seorang ulama hadits yang terkenal dan tiada bandingnya pada masa hayatnya. Beliau mengajar kitab Shahih Al-Bukhari lebih dari 100 kali khatam. Beliau mencapai derajat Hafiz dalam ilmu hadits, yaitu seorang yang menghafal lebih dari 100,000 hadits dengan sanadnya. Setiap hari beliau mengajar hadits dari masjid ke masjid.

Diantara guru-gurunya ialah Al-Imam Al-Hafiz As-Sakhawi, Al-Imam Ibnu Ziyad, Al-Imam Jamaluddin Muhammad bin Ismail, mufti Zabid, Al-Imam Al-Hafiz Tahir bin Husain Al-Ahdal dan lain – lain. Selain itu, beliau juga masyhur sebagai seorang muarrikh (ahli sejarah) yang teliti. Di antara kitab – kitab karangan beliau ialah:

Dalam bidang fiqih, beliau bermadzhab Syafi’i. oleh sebab itu, beliau termasuk golongan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, karena masih mengakui dan mengikuti salah satu madzhab empat. Banyak hal yang bisa dijadikan bukti bahwa beliau termasuk golongan Sunni. Antara lain, di dalam shalawat yang dikarang, beliau mengatakan:


يارب وارض عن الصحابة * يارب وارض عن السلالة * (مجموعة مولد وأدعية , ص 66)


“Ya Rabbi, ridlailah para sahabat Nabi SAW, Ya Rabbi ridlailah keturunan Nabi SAW.” (Majmu’ Mawalid wa Ad’iyah, hal 66).

Ibn Diba` termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Hal ini terbukti beliau mempunyai banyak karangan baik dibidang hadis ataupun sejarah. Karyanya yang paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW. yang terkenal dengan sebutan Maulid Diba`i,

Diantara buah karyanya yang lain : Qurrotul `Uyun yang membahas tentang seputar Yaman, kitab Mi`roj, Taisiirul Usul, Bughyatul Mustafid dan beberapa bait syair. Beliau mengabdikan dirinya hinga akhir hayatnya sebagai pengajar dan pengarang kitab.
read more

Cara dan Hukum Melaksanakan Haul

Kalau kita amati, akhir-akhir ini banyak dijumpai acara haul, baik yang diselenggarakan perorangan maupun organisasi. Ada yang dilangsungkan secara sederhana, dengan memanggil kerabat serta tetangga dekat, untuk bersama-sama melaksanakan tahlil atau khataman Al-Qur’an.

Adapula yang mengundang dai atau ulama untuk memberikan wejangan keagamaan dan mau’idhah hasanah, dalam suatu forum terbuka yang populer dengan pengajian umum.
Meski budaya haul sudah berjalan sejak lama di Indonesia dan menjadi tradisi, ada sebagian orang yang menganggapnya sebagai perbuatan terlarang dengan anggapan bid’ah, tidak bermanfaat baginya.

Untuk mengetahui status hukum haul, tidak bisa dilepaskan dari bentuk kegiatan dalam rangkaian acaranya. Artinya, menghukumi haul sama saja dengan menghukumi perbuatan yang terdapat dalam perhelatan itu sendiri.

Haul sebenarnya diserap dari bahasa Arab al-haul yang berarti tahun. Dalam bab zakat sebagaimana kita jumpai dalam literatur-literatur fiqih, haul menjadi syarat wajibnya zakat hewan ternak, emas, perak, serta harta dagangan. Artinya, kekayaan tersebut baru wajib dikeluarkan zakatnya bila telah berumur satu tahun.

Dari hal itu tampak adanya kesesuaian antara makna lughowi haul dengan acara ‘haul’ dimaksud. Sebab, dalam kenyataannya acara haul dilakukan satu tahun sekali, pada hari kematian /wafatnya orang yang di hauli. Jika kita perhatikan, muatan peringatan haul tidak lepas dari tiga hal.

Pertama, tahlilan dirangkai doa kepada si mayit. Kedua, pengajian umum yang kadang dirangkai dengan pembacaan secara singkat sejarah orang yang di hauli, yang mencakup nasab, tanggal lahir atau wafat, jasa-jasa, serta keistimewaan yang kiranya patut diteladani. Ketiga, adalah sedekah, baik diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi pada dua acara tersebut, atau diserahkan langsung ke rumah masing-masing. Status hukum tiga hal tersebut, dengan sendirinya akan menentukan hukum haul.

1. Tahlil/baca Al-Quran/mendoakan mayit.
Mayoritas ulama dari empat mazhab, sebagaiman diterangkan Syeikh KH.Ali Ma’sum Al-Jogjawi (dari jogakarta) dalam kitab Hujjah Ah Assunnah wa Al-jam’ah, berpendapat pahala ibadah atau amal saleh yang dilakukan orang yang masih hidup bisa kepada kepada mayit. Pengertian atau amal saleh di sini umum, mencakup bacaan Al-Quran, dzikir, sedekah dan lain-lain. Mendoakan juga berguna baginya. Mendoakan orang yang telah meninggal jelas berbeda dengan berdoa kepadanya.

Yang pertama berarti memintakan kepada Allah Swt. Agar mendapat pengampunan, tempat yang layak di akhirat atau agar di bebaskan dari siksa. Hal itu tentu saja diperbolehkan. Bahkan, termasuk beberapa amal jariyah yang pahalanya terus mengalir adalah anak saleh yang mendoakan orang tuanya.

Sedang yang kedua, berdoa kepada si mayit, jelas dilarang dan bisa menjurus kepada perbuatan syirik (surat Yunus ayat 106). Berdao atau meminta sesuatu pada mayit berbeda pula dari tawassul (surat Al-Maidah ayat 35)

2. Pengajian
Pengajian merupakan salah satu dakwah billasan (dengan ucapan). Untuk memberikan wawasan, bimbingan dan penyuluhan yang bertujuan meningkatkan kualitas ketakwaan kaum muslimin, dengan jalan memperluas pemahaman mereka tentang ajaran agamanya. Peningkatan iman dan takwa diharapkan akan mendorong melakukan amal saleh, baik ibadah ritual, individual, maupun social.

Dari sana pula diharapkan moralitas dan etika dikalangan masyarakat meningkat. Pola dakwah dalam bentuk pengajian memiliki beberapa kelebihan, di sampinng kekurangan. Kelebihannya, peserta tak perlu mengeluarkan biaya, dapat menampung jumlah yang banyak dari berbagai lapisan, temanya bisa disesuikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, dan pesan-pesanya disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan dicerna sesuai kadar intelektual pesertanya.

Melihat tujuan-tujuan tersebut, kita tidak perlu memper-masalahkan status hukum pengajian, asal pesan-pesan yang di sampaikan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Pengajian termasuk pelaksanaan amal ma’ruf nahi munkar.

3. Sedekah
Adapun sedekah yang pahalanya di berikan/hadiahkan kepada mayit, pada dasarnya diperbolehkan. Karena hal itu termasuk amal saleh, seperti disinggung di atas.
Dari keterangan tersebut, jelas aktivitas dalam rangkaian upacara haul dibenarkan adanya. Maka dengan sendirinya haul itu sendiri tidak dilarang.
read more

Cara Jin Beragama

Salah satu diantara nama-nama Allah Swt. Yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) atau yang dikenal dengan sebutan Al-Asma’ Al-Husna adalah Al-Khaliq, artinya dialah yang menciptakan.
Ciptaan-Nya meliputi segala sesuatu, baik itu berupa hal-hal yang nampak oleh mata seperti manusia, hewan, tumbuhan dan alam seisinya ini, maupun keberadaan yang tidak bisa dilihat oleh mata seperti malaikat, surga, neraka dan lain-lain. Termasuk dari mekhluk-Nya yang tidak terlihat oleh mata adalah jin.Jin adalah makhluk ciptaan Allah Swt. Yang berbeda dengan manusia dari asal ciptaanya. Jin dicptakan oleh Allah Swt. Dari api sedangkan manusia diciptakan dari tanah.
Allah berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 15:

وخلق الجان من مارج من نار

Artinya: “Dan dia telah menciptakan jin dari nyala api” (QS. Ar-Rahman ayat: 15)

Demikian pula dalam surat Al-Mu’minun ayat 12 Allah Swt. Menegaskan:

ولقد خلقنا الانسان من سلالة من طين

Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati dari tanah” (QS. Al-Mu’minun:12)

Sebagai salah satu makhluk Allah Swt. yang tidak terlihat, jin memiliki berbagai kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia, antara lain kemmpuan untuk mengubah wujudnya menjadi berbagai macam bentuk menyerupai manusia dan binatang seperti ular, keledai, unta, sapi dan lain-lain. Hal itu seperti sebuah kisah yang dialami oleh sayyidah Aisyah bahwa beliau melihat seekor ular dalam rumahnya. Kemudin beliau memerintakan untuk membunuh ular tersebut. Akhirnya ular itu pun terbunuh, dan tak lama kemudian beliau diberi tahu bahwa:

إنها من النفر الذين استمعوا الوحي من النبي

(ular tersebut adalah termasuk dari golongan yang pernah mendengarkan wahyu dari nabi (golongan jin).

Setelah mengerti akan hal itu beliaupun mengutus seseorang untuk pergi ke Yaman untuk membeli 40 (empat puluh) budak guna memerdekakan.
Juga ada jin yang mampu memindahkan sesuatu dalam waktu yang singkat. Hal itu seperi yang diceritakan dalam Al-Quran pada masa Nabi Sulaiman bahwa Ifrit yang termasuk salah satu jin sanggup untuk memindahkan singgasana Ratu Bilqis sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempt duduknya.

Meskipun jin itu berbeda dalam hal asal penciptaanya, tetapi dia juga mkhluk Allah Swt. Yang tujuan dari penciptaannya sama dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu tidak lain supaya beribdah kepada Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt.dalam surat Adz-Dzariyat, 56:

وماخلقت الجن والإنس إلا ليعبدون

Artinya: “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Oleh karna itu seperti manusia, jin juga mukallaf (dibebani) untuk menjalankan perintah Allah dan menjahui segala yang dilarang-Nya.
Dalam hal ini mereka juga mendapatkan pahala apabila melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh Allah Swt. Dan akan disiksa apabila melanggar aturan yang di gariskan.

Jadi, karena mereka semua mukallaf seperti manusia, Allah Swt. Juga mengutus kepada mereka utusan yang akan menyampaikan wahyu.
Para ulama mempunyai pedapat yang sama bahwa risalah nabi kita Muahammad Saw. Tidak hanya terbatas pada manusia saja, melainkan juga mencakup jin, bahkan ada yang mengatakan sampai kepada semua makhluk hidup.

Dalam Al-Quran surat A-Jin di jelaskan
Artinya: “katakanlah telah diwahyukan kepadaku (Nabi Muhammad) bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan Al-Quran menakjubkan(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan tuhan kami” (QS. Al-Jin: 1-2)

Dalam kitab Al-Asybah wan Nazhair juga disebutkan:

والنبي صلى الله عليه وسلم مرسل اليهم

Artinya: “Bahwasanya nabi Muhammad diutus kepada mereka (bangsa jin)”

Jadi, diantara mereka (bangsa jin) juga ada yang melakukan shalat dan syariat-syariat lain yang telah dibawa Nabi Muhammad Saw.
Kesimpulan akhirnya bahwa jin yang beriman kepada Allah Swt. Sebagai Tuhannya dan Muhammad Saw. sebagai utusan-Nya yang terakhir sekaligus menyempurnakan risalah-risalah utusan sebelumnya akan berpegang pada Al-Quran dan hadis sebagai pedoman hidup.

Sumber: KH.MA. Sahal Mahfudh. Dialaog Problematika Umat. Surabaya: Khalista & LTN PBNU
read more

Benarkah Imam Muhammad Al-Bagir Syi’ah ?

stilah Ahlussunnah wal jama’ah muncul setelah masa Rasulullah SAW. Awal mulanya kaum muslimin dalam satu akidah berlandaskan kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah-sunah Rasulullah SAW.

Namun ketika muncul faham-faham yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits seperti kaum Khowarij, Mu’tazilah dan Syi’ah, maka para ulama di zaman itu -diantaranya Abu Hasan Al-Asy’ari- merumuskan paham ahlussunnah wal jama’ah untuk membentengi umat Islam dari kesesatan akidah. Syi’ah adalah aliran yang dicetuskan oleh Abdullah bin Saba’ yang berideologi membenci dan mencaci sahabat Abu Bakar, Umar dan beberapa sahabat lainnya dengan mengatasnamakan pecinta ahlul bayt.

Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa Imam Muhammad Al-Bagir bukanlah kaum Khowarij yang sangat membenci Imam Ali bin Abi Tholib, karena beliau cucu-Nya. Dan juga bukan dari kaum syi’ah, karena beliau sangat mencintai Sayyidina Abu Bakar dan Umar serta mengakui kekhalifahan mereka berdua dan juga para sahabat lainnya. Bahkan istri beliau sendiri yang bernama Farwah binti Qosim adalah keturunan sayyidina Abu Bakar, sehingga putra beliau Imam Ja’far Asshodiq berkata “ Sesungguhnya Abubakar Assiddiq telah menurunkan aku dua kali” (ibu beliau Farwah binti Qosim bin Muhammad bin Abi bakar Assiddiq, dan ibu Farwah bernama Asma’ binti Abdurrahman bin Abu bakar Assiddiq). Beliau adalah orang yang selalu mengikuti jejak orang tua beliau yang mencintai para sahabat.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkirim salam kepada Imam Muhammad Al-Bagir melalui sahabat Jabir :
يا جابر ! يولد له مولود اسمه علي، اذا كان يوم القيامة نادى مناد : ليقم سيد العابدين، فيقوم ولده، ثم يولد له ولد اسمه محمد، فاذا ادركته يا جاير، فأقرئه مني السلام
Rasulullah SAW bersabda “ wahai Jabir, ia (Husain) akan memiliki putra bernama Ali, nanti pada hari kiamat, terdengar seruan “ berdirilah wahai pemimpin orang yang beribadah” maka berdirilah putranya. Kemudian Ali akan memiliki putra bernama Muhammad, jika engkau mendapatinya, maka sampaikan salam dariku” [1]

KESIMPULAN : Ahlussunnah wal jamaah adalah satu-satunya aliran yang benar dan pilihan salafus sholih, sebagaimana diterangkan dalam kitab Bughyah bahwa Alhabib Ali bin Abi Bakar Assakran berkata di dalam kitabnya “ Ma’arijul Hidayah” : 73 pecahan kaum muslimin semuanya sesat dan hanya satu yang benar sebagaimana dalam hadits yaitu ahlussunnah wal jamaah. Adapun perinciannya sebagai berikut : [2]
Mu’tazilah, terbagi menjadi 20 pecahan.
Syi’ah, terbagi menjadi 22 pecahan.
Khowarij, terbagi menjadi 20 pecahan.
Murjiah yang menyatakan tidak ada pengaruh dosa jika beriman dan tidak ada manfaatnya pahala bagi orang kafir. Terbagi menjadi 5 pecahan.
Najjariyah, terbagi menjadi 3 pecahan.
Jabbariyah , hanya ada satu pecahan.
Musyabbihah yang menyamakan Dzat Allah dengan dzat mahluk hanya ada satu pecahan.

Semua berjumlah 72 pecahan adalah ahlul bid’ah dan sesat. Kecuali satu pecahan yang benar dan selamat, yaitu Ahlussunnah wal jamaah.
[1] شرح العينية / 20-21
فقد روى الإمام الجليل ابن المديني عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما، أنه قال للإمام محمد المذكور، وهو صغير: رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم عليك، فقيل كيف ذلك؟ فقال كنت جالسا عنده عليه الصلاة والسلام ، والحسين في حجره يلاعبه ، فقال صلى الله عليه وسلم : ياجابر! يولد له مولود اسمه علي ، اذا كان يوم القيامة ، نادى مناد : ليقم سيد العابدين ، فيقوم ولده ، ثم يولد له ولد اسمه محمد ، فإذا أدركته يا جابر ، فأقرئه مني السلام .
وأولاده جعفر ، وعبد الله ، أمهما فروة بنت القاسم بن محمد بن أبي بكر الصديق رضي الله عنه ، وإبراهيم ، وعلي ، وزينب ، وأم سلمة .توفي بالمدينة سنة سبع عشرة ومائة ، أو ثمان عشرة ، أو أربع عشرة ومائة ، وقبره بالبقيع عند أبيه في قبة العباس ، وأوصى أن يكفن في قميصه الدي كان يصلي فيه .
ومن كلامه رضي الله عنه : ما دخل قلب امرئ شيء من الكبر ، إلا نقص من عقله ، مثل ما دخل من الكبر ، أو أكثر . ومنه : أن الصواعق تصيب المؤمن ، وغير المؤمن ، ولا تصيب الذاكر لله عز وجل . ومنه : ما من عبادة أفضل من عفة بطن ، أو فرج . ومنه : اعرف المودة في قلب أخيك بماله في قلبك . وكان يحب الشيخين أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويتولاهما .
وهو الإمام جعفر بن محمد بن علي بن الحسين بن علي بن ابي طالب ، أشهر ألقابه الصادق ، ويكني أبا عبد الله ، وقيل أبا إسماعيل . أمه فروة بنت القاسم ، كما سبق ، وأم فروة ، أسماء بنت عبد الرحمن بن ابي بكر الصديق . ولذا قال الصادق رضي الله عنه :ولدني أبو بكر مرتين .
[2] بغية المسترشدين / 298
(مسألة): قال العلامة المجتهد الشيخ علي بن أبي بكر بن السقاف علوي نفع الله به في كتابه معارج الهداية. فصل: واحذر يا أخي من البدع وأهلها، وانبذها واهجر أهلها، وأعرض عن مجالسة أربابها، واعلم أن أصول البدع في الأصول كما ذكره العلماء يرجع إلى سبعة، الأوّل: المعتزلة القائلون بأن العباد خالقو أعمالهم، وينفون الرؤية ويوجبون الثواب والعقاب وهم عشرون فرقة. والثاني: الشيعة المفرطة في حب سيدنا عليّ كرم الله وجهه، وهم اثنان وعشرون فرقة. والثالث: الخوارج المفرطة في بغض عليّ رضي الله عنه المكفرة له ولمن أذنب ذنباً كبيراً، وهم عشرون فرقة. والرابع: المرجئة القائلة بأنه لا يضر مع الإيمان معصية ولا ينفع مع الكفر طاعة، وهم خمس فرق. والخامس: النجارية الموافقة لأهل السنة في خلق الأفعال، وللمعتزلة في نفي الصفات وحدوث الكلام، وهم ثلاث فرق. السادس: الجبرية القائلة بسلب الاختيار عن العباد، وهم فرقة واحدة. السابع: المشبهة الذين يشبهون الحق بالخلق في الجسمية والحلول، وهم فرقة واحدة أيضاً. فتلك اثنان وسبعون كلهم في النار، والفرقة الناجية هم أهل السنة البيضاء المحمدية والطريقة النقية، ولها ظاهر يسمى بالشريعة، شرعة للعامة، وباطن رسم بالطريقة منهاجاً للخاصة، وخلاصة خصت بالحقيقة معراجاً لأخص الخاصة، فالأوّل نصيب الأبدان للخدمة، والثاني نصيب القلوب
من العلم والمعرفة والحكمة، والثالث نصيب الأرواح من المشاهدة والرؤية اهـ
sember
read more

Al Qur'an

Al Qur'an
Al Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. melalui perantaraan malaikat Jibril. Orang mukmin wajib mengimani Al Qur'an sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah dalam bentuk wahyu.

Landasan Hukum

Allah swt. memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ 

 "Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji". (Fushshilat: 41-42) Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya:

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ 

 "(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu". (Huud: 1).

Sungguh ayat-ayat Alquran ini sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah ditetapkan oleh yang Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab ini akan terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan, sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perobahan terhadapnya, sebagai bukti akan kebenaran firman Allah:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 

 "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr: 9).

Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia. Allah berfirman: 

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا 

"Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa': 9).

Alquran ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman:

الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

 "(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (Ibrahim: 1).

Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ 

 "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya". (Al-Baqarah: 121).

Ibnu Abbas berkata: "Mereka mengikutinya dengan sebenarnya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan mengharamkan yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya dari yang semestinya". Dan Qatadah berkata: "Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad saw. Beriman kepada kitab Allah, lalu membenarkannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta melaksanakan apa yang ada di dalamnya".

Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran; hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:


قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا

يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا

وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلا وَلَدًا


"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak".(Jin: 1-3). Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran:

قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ (٣٠)
يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (٣١)


 "Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih".(Al-Ahqaf: 30-31).

Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman: 

وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ (٤)

"Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah".(Az-Zukhruf: 4). Dan firman Allah dalam ayat yang lain: 

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٤٨)


"Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu". (Al-Ma'idah: 48)

Diantara keunggulan Al Quran juga, bahwa Allah menjadikan gaya bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al Quran lebih unggul. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah:

وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ

 "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (Az-Zukhruf:4) Dan firman Allah:


كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
 "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia".(Ali 'Imran:110). Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya, Fadhailul Quran (keutamaan-keutamaan Al Quran) halaman:102-123, mengatakan: "Hal ini mereka raih berkat Al Quran yang agung, yang mana Allah telah memuliakannya dari semua kitab yang pernah diturunkan-Nya, dan Dia jadikan sebagai batu ujian, penghapus dan penutup bagi kitab-kitab sebelumnya, karena semua kitab terdahulu diturunkan ke bumi dengan sekaligus, sedangkan Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang terjadi, demi untuk menjaganya dan menghargai orang yang diberi wahyu. Setiap kali ayat Alquran turun, seperti keadaan turunnya kitab-kitab sebelumnya".

Kitab yang mulia ini telah mengungkap banyak sekali kebenaran ilmiah kosmos, dalam ayat-ayat yang membuktikan wujud Allah, kekuasaan dan keesaan-Nya. Allah berfirman:

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ (٣٠)

 "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman"? (Al-Anbiyaa':30). Al Quran juga menganjurkan agar memanfaatkan apa yang dapat ditangkap oleh indra mata dalam kehidupan sehari-sehari dari ciptaan Allah, sebagaimana difirmankan:


قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ 
101. Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman"..(Yunus:101). Dan Allah berfirman:
  وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

13. dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir..(Al-Jaatsiah:13).
Kaum muslimin hendaknya mempelajari ilmu-ilmu alam, serta menikmati manfaat dari kekuatan-kekuatan yang tersimpan di langit dan bumi.

Sesungguhnya pembicaraan tentang Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang antara sesama mereka.

Hendaknya kita hidup dengan Alquran, membaca, memahami, mengamalkan dan menghafal. Hidup dengan Alquran adalah perbuatan yang paling terpuji, yang patut dilakukan oleh orang mukmin. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ
 لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,

30. agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri .(Faathir:29-30).
Dalam dua ayat tersebut di atas, Allah menganjurkan bagi orang-orang yang membaca Alquran agar disertai dengan perenungan, sehingga akan menimbulkan pengetahuan yang pada gilirannya akan menimbulkan pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh membaca Alquran adalah melaksanakan dalam bentuk perbuatan.
kita harus selalu membaca Alquran dengan perenungan dan kesadaran, sehingga dapat memahami Alquran secara mendalam. Bila seorang pembaca Alquran menemukan kalimat yang belum dipahami, hendaknya bertanya kepada orang yang mempunyai pengetahuan. Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ ٤٣

43. dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan An-Nahl:43

Sejarah Kodifikasi Al-Qur'an

Mushaf Al Quran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (٩)

9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya


QS.AL Hijr -9:
Tanda Yang Mempermudah Membaca Al-Quran

Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy. Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan umat islam dilarang untuk melihatnya.

Pada tahun yang sama setelah kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota Opa sampai tahun 1923 M. Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para anggotanya meminta kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah).

Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki. Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya.

Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga memberikan inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I'rab) yang berupa tanda titik.

Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah pada kata "Warasuulihi" yang seharusnya dibaca "Warasuuluhu" yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna.

Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti "adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham seperti "ghafurrur rahim".

Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H.

Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al Quran khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad.

Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain.

Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al Quran adalah Tajzi' yaitu tanda pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz dan Juz itu sendiri.

Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Quran disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M.

Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al Quran. Mushaf Al Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.

Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman , Fluegel, menerbitkan Al Quran yang dilengkapi dengan pedoman yang amat bermanfaat.

Sayangnya, terbitan Al Quran yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al Quran dilakukan umat islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak.

Cetakan Al Quran yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Quran dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.

Al Quran dan Ilmu Pengetahuan

“Agama dapat menjadi petunjuk yang berhasil untuk pencarian ilmu pengetahuan. Dan agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Tidak ada pertentangan antara ilmu genetika dan agama. Kenyataan di dalam al-Quran yang ditunjuk­kan oleh ilmu pengetahuan menjadi valid. AI-Quran yang berasal dari Allah mendukung ilmu pengetahuan. - Prof. Dr. Joe Leigh Simpson Ketua Jurusan Ilmu Kebidanan dan Ginekologi dan Prof. Molecular dan Genetika Manusia, Baylor College Medicine, Houston, Amerika Serikat3.




read more